Maka
kurindukan lagi pertikaian yang menguatkan rapuhnya hati
Pertikaian
adalah tempat di mana aku bisa berkata seperti laki-laki
Ketika
mata melihat sosok wanita jalang dalam diriku berapi-api
Aku
tersentak darah melunjak menggiring detak denyutan nadi
Kutampar
kasar bisikan nanar dengan bidikan panah berduri
Berkata
pula bibir mereka akan jiwaku dalam dilema hasutan dengki
Hingga
kusangka gemuruh dusta datang menerjang hamparan sunyi
Lidah
mencekam lalu menerkam mencabik-cabik ragaku kini
Menyeret
nama dalam kubangan kawah neraka para pencaci
Lalu
tanyakan apa bedanya ketika fitnah merayu lidah mengguncang diri
Saat
berkata dia percaya namun senyumnya masih bertanya dan ragu lagi
Tubuhku
memang tubuh wanita tapi tersiksa padanan kata emansipasi
Tak
ada ruang bagi diriku untuk mendulang cahaya makna terakhir kali
Kepada
nafsu aku bertahan tanpa memuja mengekang hina menahan hati
Karena
aku terikat kata hikayat norma dalam wacana keindahan wanita sufi
Wanita
sufi tanpa berdaya malu meminta pada tuannya sebelum mati
Maka
ketika rasa kepada dunia aku maknai tanpa sarana tubuh sendiri
Tanpa
sarana deru nafsuku tak akan pernah mampu percaya bisa berhenti
Gejolak
rasa bawah tubuhku sudah menggoda menggiurkanku dalam menanti
Cercaan
pongah kutimpa lagi pada diriku yang mulai mati tuk menghadapi
Gelisah
aku hingga akhirnya kuminta Tuhan tuk merubahku tanpa membenci
Karena
akulah dia yang curang kala bertingkah dengan hujatan di sanubari
Tersadar
bahwa jiwaku rentan terhadap rona bias menipu sang warna warni
Pada
dunia aku meminta jauhkan aku dari dirinya yang mulai takut tuk mengarungi
Hingga
jadikan jiwaku ingkar dengan berkata ‘aku ingin menjadi laki-laki’
03 July 2013 | 10:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar