“Selama undang-undang
tidak bertentangan dengan (hukum) Islam, itu sudah bisa disebut islami. Artinya
tanpa menjadikan Indonesia negara Islam, undang-undang yang diberlakukan sudah
islami,” Prof. Dr.
K.H. Said Aqil
Siradj, M.A
Membuka kembali catatan sejarah bangsa ini tak dapat
dipungkiri telah membuat semangat patriotisme di dalam dada bergetar lebih
hebat dari pada biasanya. Selama lebih dari tiga setengah abad pemerintahan
kolonialisme Belanda menjajah Indonesia dan tiga setengah tahun tentara Jepang
juga berusaha untuk menjajah dengan penindasan yang tak kalah kejamnya.
Perjuangan para pahlawan dalam melawan para penjajah yang hanya dilengkapi
dengan keterbatasan persenjataan tersebut justru semakin menguatkan kobaran
semangat untuk mencapai kemerdekaan pada masa itu. Seiring dengan berjalannya
waktu, keberpihakan terhadap kebebasan untuk membentuk Negara berdaulat telah
berhasil diwujudkan. Indonesia kini menjadi Negara Kesatuan yang merdeka tanpa
campur tangan kedaulatan dari pihak asing.
Namun bukan berarti tak ada lagi masalah yang kembali
menerpa bangsa Indonesia setelah memproklamirkan kedaulatan diri sebagai Negara
yang merdeka. Banyak Negara-Negara bekas penjajah yang masih merasa berhak atas
tanah di bumi Nusantara. Mereka saling berebut untuk menguasai wilayah bekas
jajahannya lagi. Termasuk ketika bangsa ini menghadapi peristiwa mengerikan
sebagai dampak dari pijakan pencarian dukungan perang dingin antara liberalis
dan komunis dalam kengerian perang dunia. Propaganda-propaganda rencana
penculikan dengan dalih pemberantasan komunisme di Indonesia semakin marak
karena unsur politis lebih dikedepankan daripada kepentingan penyelamatan
Negara. Peristiwa tersebut pada akhirnya melahirkan bentuk prasasti bersejarah
dengan nama G30S/PKI.
Peristiwa yang menjadi latar belakang diperingatinya
tanggal 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila ini memang sebuah konstruksi
sosial atas kemampuan bangsa Indonesia untuk memenangkan pertarungan melawan
pemberontakan PKI yang ingin merubah idealisme NKRI dengan ideologi komunisme.
Kegagalan kaum komunis untuk mengubah konsep dasar negara melalui Gerakan
30 September yang menewaskan pahlawan revolusi, antara lain A. Yani, D.I.
Panjaitan, M. T. Haryono, Sutoyo, dan lain-lain menjadikan peristiwa Gerakan 30
September 1965 sebagai peristiwa sejarah yang tidak boleh dilupakan atas nama
HAM, demokratisasi dan reformasi. Reformasi mungkin tidak akan bisa mengubah
kejadian pemberontakan PKI di Madiun, sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh
PKI pada tahun 1965. Banyak orang pula yang beramai-ramai menyusun sejarah
bantahan terhadap peristiwa Gerakan 30 September 1965. Walaupun demikian, harus
tetap kita diyakini bahwa PKI telah melakukan makar terhadap pemerintah
Republik Indonesia, NKRI yang memiliki dasar ideologi Pancasila.
Berbeda dengan kasus G30S/PKI yang terjadi pada era
sebelum reformasi, kekhawatiran akan munculnya penolakan tehadap ideologi
Pancasila kini telah merambah pada terbentuknya organisasi-organisasi yang
mengancam keutuhan bangsa dan Negara. Organisasi-organisasi tersebut antara
lain OPM, GAM, NII, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI), dan masih banyak lagi.
MMI dan FPI mungkin tidak secara
terang-terangan menyatakan penolakan terhadap NKRI. Namun kegiatan-kegiatan yang
berpacu dalam organisasi-organisasi tersebut telah mengarah pada rencana
pembentukan Negara Islam yang notabennya sangat bertentangan dengan kemajemukan
di Indonesia. Padahal organisasi Islam yang terkemuka seperti NU dan
Muhammadiyah saja mendukung asas keberagaman Pancasila sebagai bagian dari
upaya pemersatu bangsa. Pihak NU
sendiri tetap konsisten menegakkan empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara, yaitu Negara Kesatuan RI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal
Ika.
Upaya pendiskreditan Pancasila oleh kelompok-kelompok
anti-NKRI kini terus menerus digencarkan baik melalui pertemuan-pertemuan
terselubung seperti pengajian, situs di internet, serta selebaran-selebaran
yang mengandung aroma doktrin atas nama agama. Seperti kutipan dalam situs muslimdaily.net
yang menghina keberadaan lambang Garuda sebagai lambang Negara Indonesia.
“Agama Islam sendiri sebagai agama
mayoritas rakyat Indonesia setelah era Hindu juga tidak mengenal simbol ‘burung
Garuda’. ‘Burung Garuda’ juga tidak pernah benar-benar ada karena hanya sebuah
mitos, berbeda dengan burung elang botak yang merupakan binatang asli Amerika.
Karena bukan simbol asli bangsa Indonesia maka tidak ada lain simbol ‘burung
Garuda’ mengadopsi simbol-simbol kebudayaan asing yang memang memuja-muja
simbol ‘burung mirip Garuda’, yaitu Yahudi yang gerakan Fremasonry-nya sangat
berpengaruh sampai saat ini.” (kutipan
muslimdaily.net)
“Orang-orang yang merancang simbol
‘burung Garuda’ sebagai simbol negara adalah Sultan Hamid II, Ki Hajar
Dewantoro dan Muhammad Yamin. Ketiganya adalah pengikut gerakan Vrijmeselarij
dan Theosofi. Sedangkan Presiden Soekarno yang menetapkan simbol ‘burung
Garuda’ sebagai lambang negara juga berada dalam pengaruh Fremasonry melalui
ayahnya yang merupakan anggota Perhimpunan Theosofi Surabaya.” (kutipan muslimdaily.net)
Perlu diketahui bahwa pengaruh aliran-aliran ekstrimis
yang tidak setuju dengan keberadaan Pancasila sebenarnya didasari oleh
kepentingan satu golongan saja. Mereka tidak menyadari bahwa rakyat Indonesia
terdiri dari berbagai macam golongan ras dan agama yang berbeda. Pancasila dan
kesaktiannya telah mampu mempersatukan seluruh elemen masyarakat dengan
refleksi konstitusi yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945. Melalui hari
Kesaktian Pancasila sekarang ini, mari mencoba untuk menggali kembali makna
mendalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, dasar hukum, dan pandangan hidup
bangsa Indonesia untuk ditanamkan ke dalam diri dan sanubari, sehingga kelak
seluruh elemen masyarakat dapat menjadi generasi bangsa yang mempunyai wawasan
kebangsaan dan nasionalisme tinggi. Supaya di kemudian hari para generasi
penerus bangsa tidak mudah terjebak pada tindakan menghalalkan segala cara
dalam mencapai tujuan seperti PKI dan organisasi-organisasi semacamnya.
Hari Kesaktian Pancasila bukan hanya dimaknai dalam
arti mitologi bahwa karena kesaktiannya Pancasila mampu menggagalkan rencana
PKI untuk menguasai Negara dengan Ideologi komunis. Akan tetapi jadikan hari
tersebut sebagai wahana pendidikan bagi anak-anak didik bangsa Indonesia untuk
melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen dengan semangat
belajar dan prestasi. Ada tiga prinsip yang harus ditanamkan pada menurut
Presiden Soekarno yang sering disebut dengan Trisakti. Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan
berkepribadian. Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki
sendiri (berdikari). Dan ketiga adalah sakti dalam berdaulat dan menjaga
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mari kita
wujudkan kehidupan yang damai, aman, dan tentram sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
-agk-
01 October 2013 | 11:13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar